Senin, 22 Desember 2014

Ibu, Teman, Kakak Dalam Sosokmu


Sembilan belas tahun lalu saat pertama saya mengenalnya, seorang sosok kakak ipar, istri kakak tertua calon suami saya waktu itu. Seorang wanita sederhana lembut dan penuh kasih. Pembawaannya kalem dan bersahaja, selalu tersungging senyum disudut bibirnya. Ketika saya benar-benar menikahi adik iparnya, saya merasa sangat bahagia bisa mengenalnya. Karena penikahan kami, mulai proses lamaran, sampai proses kami menikah, semua juga tak lepas dari campur tangannya.

Sifatnya yang keibuan membuat saya selalu nyaman didekatnya, dan merasa terlindungi olehnya. Seorang gadis belia seperti saya waktu itu, sendiri di kota secara otomatis yang saya kenal dekat hanya suami dan keluarganya. Kepribadian saya yang kala itu cenderung pendiam dan mengalah, membuat beliau selalu ada untuk saya. menjadi seorang sosok pengganti ibu dan pembela bagi saya.

Yah seorang kakak ipar dari suami saya, yang secara garis keluarga tidak ada hubungan apa-apa dengan saya. Akhirnya bisa menjadi pengganti ibu saya yang berada jauh di desa. Ketika beliau bepergian saya sering diajak serta, karena anak-anak beliaupun hampir seumuran saya ( kebetulan anak-anaknya wanita semua ). Sayapun menjadi akrab dengan mereka. Tak jarang teman-teman beliau bertanya, saya ini putrinya yang nomor berapa ?, apa ini putrinya juga?, dan beliaupun mengiyakan saja sambil tersenyum kepada saya.

Dari beliau saya belajar bertatakrama, belajar menjadi istri yang baik, belajar memasak, mengatur keuangan keluarga dan sebagainya. Setiap bertemu, tak lupa selalu disampaikannya nasehat yang enak didengar walaupun mungkin itu masalah yang berat, tapi beliau bisa membuat masalah itu serasa tak ada apa-apanya. Sering saya diajaknya berdiskusi tentang masalah yang ada, yang terjadi didalam keluarga besar suami. Tak lupa menyisipkan petuah bagaimana menyingkapinya dengan bijaksana.

Semua adik ipar dan istri-istri adik iparnya, sangat menghormati beliau. Karena sifat keibuan dan kebijaksanaannya bisa membimbing kami satu persatu. Setiap kami ada masalah, kami selalu mendatanginya. Dan selalu beliau mencarikan jalan keluar, membantu kami baik materiil dan sprirituil. Tak pernah berat sebelah. Walaupun beliau paling dekat dengan saya. Kasihnya juga tercurah untuk anak saya, hingga anak sayapun selalu senang bila diajak ke rumah beliau. Saking sayangnya sampai saudara yang lain menyebut anak saya keponakan tersayangnya.

Waktu bersamanya serasa sangat singkat, disaat anak saya berusia balita. Allah memberinya anugerah sakit kanker, kami begitu nelangsa melihatnya setiap hari kesakitan, walaupun tak sepatah kata mengeluh dari mulutnya. Di jalaninya dengan sabar dan penuh iklas, akan tetapi ketika beliau sudah tidak bisa berjalan sendiri ke kamar mandi sendiri untuk buang hajat. Barulah beliau terlihat sangat bersedih, berkali-kali meminta maaf kepada putri-putrinya yang mengurusnya, padahal tak sedikitpun putrinya menolak merawatnya .

Beliau berkata, aku tidak sedih diberi sakit ini, akan tetapi aku sedih karena aku merepotkan semua orang. Putri-putrinya berhasil menyakinkannya bahwa semua itu adalah kewajiban mereka, mereka katakan bahwa dahulu ibu selalu memandikan kami, membersihkan kotoran kami, menyuapi kami dan mengendong kami setiap hari, jadi tidaklah mengapa jika kini kami melakukan yang sebaliknya untuk ibu. 

Kemudian merekapun menangis bersama-sama, dan sayapun ikut menangis ketika mendengarnya. Setiap kali menjenguknya di RS sakit, dengan segenap hati saya dan suami menguatkan hati untuk tidak menangis didepannya. Tapi tetap saja kami menangis dan bergantian keluar untuk menghapus air mata. 

Ketika saya ada kesempatan untuk bisa menjaganya seharian di RS, beliau begitu bahagia. Saat saya menyuapi beliau, beliau terlihat malu, saya yakinkan kepadanya. Bukankah beliau yang selalu berada untuk saya dan menyuapi saya saat saya sakit di RS. Kini giliran saya membalas kebaikannya, beliaupun tersenyum dan memakan sesendok demi sesendok makanan yang saya suapkan kepadanya, walaupun saya tahu saat itu tubuhnya sulit menerima makanan. Tapi beliau terlihat begitu berusaha untuk menelannya. Sebenarnya saya tidak tega untuk menyuapinya lagi, akan tetapi melihat semangatnya, saya kuatkan untuk menyuapinya dengan sabar, walaupun untuk mengabiskan seperempat mangkok bubur saja butuh waktu yang sangat lama.

Suatu hari beliau selalu bertanya kepada putrinya, kenapa saya tidak kelihatan menjenguknya beberapa hari itu. Memang waktu itu saya sangat sibuk, sehingga yang biasanya seminggu saya mengunjunginya 1 - 2x, tidak mengunjunginya sama sekali. Kemudian putrinya menghubungi saya, bahwa ibunya kangen ingin bertemu dengan saya, dan kondisinya semakin menurun. Saya bingung, disatu sisi saya ingin ke RS, disatu sisi saya harus menjaga anak dan ibu mertua saya di rumah. 

Saya sampaikan kepada suami, akhirnya malam harinya kami berencana membezuknya dan menitipkan ibu mertua kepada adik ipar saya. Akan tetapi ditengah perjalanan terjadi demo buruh yang menyebabkan kemacetan yang luar biasa hingga sampai larut malam. Syukur alhamdulillah, keponakan memberi kabar bahwa kondisi ibunya sudah mulai stabil.

Dengan sedikit cemas suami berganti haluan mobil untuk mudik saja ke desa. Sebenarnya hati saya tidak tenang, tapi percuma bila saat itu saya meneruskan ke RS pasti sampai sana sudah sangat larut, takut menganggu pasien. Mau pulang juga pasti macet juga, dan arah yang mudah adalah mudik ke desa.

Keesokan harinya, sayapun mendapat kabar bahwa kakak sudah mulai bisa makan dan habis banyak. Jadi kami putuskan pulang keesokan harinya, dengan harapan istirahat sebentar kemudian langsung menuju RS. 

Akan tetapi usia manusia adalah rahasia Sang Illahi, pagi itu sesampai di rumah, saya sms keponakan untuk menanyakan kondisi kakak ipar. Tapi jawaban sms itu membuat saya lunglai tak berdaya. "Innalillahi wa'inna illaihi rojiun, mbak... ibu sudah pergi, habis subuh tadi...doakan yaa...". Tak bisa terbayangkan sedihnya kami sekeluarga saat itu. Seorang sosok kakak yang sangat keibuan yang bisa menjadi seorang ibu, teman, dan kakak meninggalkan kami, meninggalkan kenangan-kenangan indah, meninggalkan kebaikan-kabaikan, ilmu-ilmu dan petuah-petuah yang insyaallah selalu kami ingat sampai sekarang.

Sampai kapanpun sosoknya selalu kami kenang, selalu kami sayangi. Kesedihan itu walaupun sudah lebih dari belasan tahun lalu masih saya dan putri-putrinya rasakan. Setiap melihat barang-barang beliau, saya tidak bisa menahan haru dan rindu. Sosoknya begitu melekat, pernah suatu hari saya dan putri-putrinya merasa begitu rindu dengan beliau. Dan tanpa kata akhirnya kami menangis bersama-sama

Begitulah seorang wanita yang merupakan seorang kakak ipar suami saya, yang begitu baik dan lembut dalam membesarkan buah hati dan adik-adik iparnya. Pun kebaikan dan kasih sayangnya akan juga dibalas dengan kebaikan dan kasih sayang yang banyak pula oleh putri-putri dan adik-adiknya. Pantaslah bila ada yang mengatakan setiap benih yang tertanam dengan penuh kebaikan akan menumbuhkan pula beribu kebaikan dan kemanfaatan.

Selamat jalan kakak, ibu dan teman kami...
Semoga Allah mengampuni dosa-dosamu...
Semoga Allah menerima amal baikmu...
Semoga Allah meluaskan alam kuburmu...
Mengirimkan bau surga untukmu...
Dan mengganti amal baikmu menjadi sosok rupawan yang menemanimu disana sampai datangnya hari perhitungan tiba.
Aamiin Allahumma Aamiin...

Tulisan ini untuk berpartisipasi dalam KEB Mother's Day 2014

10 komentar:

  1. Selamat Hari Ibu buat mak Iro dan wanita2 tangguh lainnya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat hari ibu juga utk mbak Dwi... walaupun masih calon ibu... semoga secepatnya menjadi ibu sungguhan...aamiin

      Hapus
  2. terharu mbak, aku bacanya...*sambilkudumewek*.
    tapi pasti bahagia, dapat dipertemukan dengan sosok wanita berhati mulia...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak... sangat bahagia bisa mengenalnya...
      Terimakasih

      Hapus
  3. Saya tinggal jauh dari ibu..ibu mertua yang sering berkunjung, kaka ipar malah rumahnya cuma beda blok. ibu mertua dan kaka iparlah yg jd sosok pengganti ibu saat saya kangen sama ibu..:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kita senasib ya mak...
      Bedanya kakak ipar saya rumahnya di surabaya, saya di sidoarjo...

      Hapus
  4. Sungguh sulit dicari sosok seperti kakak ipar Irowati itu. Hatinya begitu lembut dan keibuan. Pada saat sakitnya tidak ingin merepotkan semua anak-anak dan keluarga. Begitu juga harapan Bunda, hendaknya apabila sampai waktuku, tidak terlalu merepotkan anak-anak. Mudah-mudahan diambilNya Bunda dalam keadaan khusnul khotimah. Aamiin. Semoga arwah beliau diterima di sisiNya sesuai amal ibadahnya. Aamiin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin Allahumma Aamiin Bunda.... Semoga Allah mengabulkan semua keinginan Bunda Yati....

      Hapus
  5. Al Fatihah untuk kakaknya ya. Kebetulan saya juga punya kakak ipar yg seperti itu. Sudah cantik, baik hati. Apalagi suami saya bungsu n ibu mertu sudah meninggal. Kalau saya mudik, beliaulah yang heboh membersihkan rumah mertua dan kamar untuk kami, padahal beliau tidak tinggal disitu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih mak.... Kakak seperti itu sulit dilupakan kebaikannya ya mak...

      Hapus