Selasa, 09 Desember 2014

Hijab


Sebagai seorang muslimah, tentu tidak asing dengan kata "hijab", satu kata ini mempunyai makna yang banyak, akan tetapi pada dasarnya hampir sama. Hijab bisa mengandung arti penghalang, pemisah, contohnya didalam sebuah masjid ada kain / kayu penghalang yang memisahkan tempat, dimana satu untuk laki-laki satu laki untuk tempat perempuan.

Ada lagi yang menartikan sebagai penutup muka/cadar, contohnya para muslimah yang memakai cadar, menyebut cadar sebagai hijab. Sedangkan kebanyakan muslimah mengartikan hijab adalah penutup kepala atau jilbab. Diantara banyak artinya, saya lebih senang mengartikan hijab adalah penutup seluruh tubuh, mulai kepala, dada dan bagian-bagian tubuh wanita yang berlekuk dan mengundang pesona.

Hijab atau sebagaian lain menyebutnya jilbab adalah perintah dari Allah untuk hambanya yang muslimah seperti dalam firmannya :

Allah berfirman dalam surat Al-Adzab ayat 59, yang artinya :
"Wahai Nabi, katakanlah pada para istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Karena yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenali, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Dalam ayat tersebut jelas disebutkan, seluruh istri-istri nabi, anak-anak perempuan dan istri kaum muslim. Perintah itu berlaku untuk seluruh umat muslim wanita, bukan hanya ditujukan kepada para wanita muslim arab saja. Tetapi seluruh muslimah di dunia.

Diperintahkan untuk mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh mereka, dalam kitab tafsir dan buku-buku penjelasannya, yang dimaksud menjulurkan kesuluruh tubuh adalah menutup seluruh tubuhnya dengan kain/jilbb yang panjang, memakai pakaian yang longgar yang kemudian tidak akan menampakan lekuk-lekuk tubuhnya dan juga tidak menyerupai pakaian laki-laki ( mungkin suatu saat saya akan membahasnya ).

Adapun masih banyak para muslimah yang mengenakan jilbab seadanya, mungkin dikarenakan kurangnya pemahaman terhadap ayat ini. Dengan begitu menjadi tugas seorang muslim ataupun muslimah untuk selalu menutut ilmu syar'i, lewat majelis ta'lim, buku hadist, buku tafsir dan dari buku-buku lainnya yang sudah bisa dipertanggungjwabkan kebenarannya. Dan bagi yang sudah mengetahuinya untuk menyampaikan kepada yang belum paham.

Dalam hal penyampaianpun sebaiknya dengan cara yang baik, lemah lembut dan santun. Karena tugas kita hanya menyampaikan, tidak untuk memaksakan. Bila ilmu yang kita miliki sudah kita sampaikan kemudian mereka menolak, biarkanlah karena tugas kita untuk menyampaikan ilmu, bila sudah kita laksanakan, kita tinggal mendoakannya saja. 

Bukankah sesungguhnya kekuatan doa itu lebih ampuh, apalagi doa yang tulus dan iklas untuk kebaikan. Insyaallah Allah akan senantiasa memberi jalan. Asalkan kita tetap istiqomah dan sabar.

Memang tidaklah mudah untuk menuju ke arah memakai hijab yang syar'i, karena masyarakat luas masih berpemikiran bahwa jilbab seperti itu adalah budaya orang arab ( padahal bila dirujuk ayat tersebut diatas, dibaca tafsir dan penjelasan-penjelasannya, hal ini bukanlah budaya melainkan perintah Allah ). Kemudian akan selalu dihubungkan dengan istri-istri para teroris. Dianggap aneh dan selalu didiskriminasi atau bahkan mungkin kalau bahasa sekarang "dibully". Dalam artian di"bully" mata atau kasak-kusuk.

Saya bisa mengatakan demikian karena saya pernah mengalaminya, dari awal saya belum berhijab hingga benar-benar mencoba dan berusaha untuk istiqomah dalam melaksanakan perintah Allah dan Rosul ini. Bisa anda baca perjalanan saya berhijab dalam tulisan saya di blog ini berjudul Sebuah Metamorfosis

Sayapun pernah didiamkan oleh suami, karena keputusan saya, diacuhkan oleh masyarakat, diteriaki "amrozi", oleh anak-anak. Semua itu bukanlah apa-apa, karena masih banyak syariat islam yang masih belum bisa saya lakukan dan harus saya lakukan. Jadi saya tidak akan surutkan langkah, walaupun banyak yang menyarankan untuk mengganti hijab seperti ini karena kelihatan tambah gendut, tambah tua dan lain sabagainya. Bahkan ada yang menyarankan untuk melepasnya. Nauzubillah, insyaallah saya akan berusaha dan terus berusaha untuk selalu istiqomah.

Pun demikian dengan anak saya, saya ajarkan dia untuk memakai hijab sejak dini. Alhamdulillah diusianya sekarang yang masih belia, dia sudah paham betul apa arti sebuah hijab yang syar'i. Belajar siapa-siapa saja saudara yang boleh melihatnya ( mahromnya ). Saya sangat bersyukur, ada juga yang tetangga yang berkata, "duh kasian masih remaja, masih seneng-senengnya dandan kok disuruh pakai jilbab seperti itu". Saya hanya tersenyum, ketika saya sampaikan kepada anak saya, dia juga hanya tertawa. 

Bagi saya hijab adalah bungkus luar, tetapi yang didalam juga lebih penting lagi. Akan tetapi keduanya mempunyai kesinambungan, memiliki hubungan satu dengan yang lain. Karena walaupun bungkus tetapi bungkus ini adalah perintah, bukan hanya untuk mode atau yang lainnya. Jika diibaratkan seorang wanita muslimah yang baik hatinya, baik tingkah lakunya, sopan tutur katanya, baik pula keimanananya, maka hijab ini adalah bungkus untuk penyempurnanya.

Jangan kemudian berkata ah percuma berhijab tapi kelakuannya bejat dan lain sabagainya. Saya kira itu adalah ucapan-ucapan orang-orang yang berpandangan picik dan dangkal. Karena sesungguhnya, seorang muslimah yang berhijab dengan sempurna ( bukan untuk trend mode, pencitraan ( bahasa kerennya seperti itu ) atau unsur x lainnya) maka didalam dirinya pasti terdapat akhlak yang mulia, walau seandainya belum sampai arah kesitu, tentu dia akan berusaha sekuat hati untuk menjadi lebih baik dan baik lagi. Karena semua butuh proses, dan proses itu saya rasa bukan proses yang mudah akan tetapi harus menguatkan hati untuk menjalaninya. Supaya bisa memetik buahnya.

Tulisan ini bukan bermaksud mengurui, menyudutkan seseorang ataupun membenarkan pemikiran sendiri, akan tetapi saya hanya menyampaikan apa yang saya ketahui dan saya yakini yang insyaallah berdasarkan hukum-hukum islam yang syar'i. Wallahu'alam bi shawab.

Semoga bermanfaat...

Barrakallahufikum...




20 komentar:

  1. wahai kaum perempuan, baca nih tulisannya mbk irow ,,, makjleb bngt deh isinya ,,,

    BalasHapus
  2. makasih mak udah berbagi, harus selalu diingatkan terus nih biar gak lupa :)

    BalasHapus
  3. Perintahnya dijalankan dulu. Memanjangkan hijabnya dijalankan dulu. Kemudian secara bertahap memperbaiki diri.
    Kadang orang malah berbuat sebaliknya, memperbaiki diri sebelum berhijab. Karena menurut saya orang akan selalu merasa hina, belum baik. Jadi kapan berhijabnya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya.. krn bisikan syetan dimana-mana... jd hrs kuatkan tekad utk berubah dan hijrah ya..

      Hapus
  4. Mulut orang-orang itu bikin pedes nih hati Mbak. Doanya ya semoga selalu istiqomah. Aamiin ya Allah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan dimasukkan ke hati mbak... nanti jg berhenti sendiri kalau sdh capek.. hehe

      Hapus
  5. Alhamdulillah udah berhijab mulai dari kelai 1 smp mak :) dan semoga kita selalu dilindungi oleh Allah ya mak dari kejahatan orang2 disekitar kita :)

    BalasHapus
  6. saya paling gatel mata kalau ada yg pake jilbab, tapi pakainnya ketat :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya sih mbak, mgkn mereka belum paham... diingatkan sj baik-baik...atau didoakan saja...

      Hapus
  7. aku absen komen dulu ya makkkk, hihihi... *eh ini mah komen juga yak namanya* :-D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe... ok mbak don't worry be happy...
      Hati gak ingin koment, tapi jari menari-nari ya mbak... hehe

      Hapus
  8. berhijab mulai masuk pesantren hehe,,semoga kita diberikan keistiqomahan dalam segala hal ya mbk aamiin

    BalasHapus
  9. hah? amrozi? memangnya amrozi pakai hijab kayak mbak Iro? hehehe...gimana tooo anak2 itu, mau ngeledek kok kliru.

    BalasHapus
    Balasan
    1. La ya itu mbak... mgkn krn melihat istri amrozi berhijab panjang... jdnya nyebut org yg berhijab panjang dg sebutan spt itu... sebenarnya gak anak-anaknya sj, tp ortunya jg begitu jd deh anak-anaknya ikutan... tp yah sy biarin sj, capek jg berhenti sndiri... hihi

      Hapus