Saya mengenalnya sebagai seorang pembantu rumah tangga tetangga saya. Tak ada yang berbeda dengan ibu-ibu lainnya, hanya saja usianya lebih lanjut. Akan tetapi tampak semangat dan jiwa sederhana didalam sorot matanya, bukan karena dia memang tidak berpunya, tapi memang karena dalam hatinya ada kebersahajaan yang dijunjung tinggi olehnya.
Sebut saja Emak, biasa kami memanggilnya, datang ke Surabaya sekitar beberapa puluh tahun lalu saat anaknya yg paling kecil masih sekolah di Sekolah Dasar. Merantau dengan harapan bisa mencari penghasilan untuk menghidupi dan menyekolahkan anak-anaknya. Suaminya sudah meninggal dunia, secara langsung beban semua ditanggungnya sendiri.
Dengan menjadi buruh cuci, dia berjuang agar tetap bisa bertahan. Hingga suatu saat ada seorang teman yang tidak menyukainya menyebabkan dia kehilangan pekerjaan. Berbekal uang seadanya akhirnya dia pindah ke Sidoarjo. Disini mendapat pekerjaan sebagai buruh cuci dan bersih-bersih rumah beberapa orang keluarga yang membutuhkannya.
Dia kelola uang yang seadanya, hingga dia bisa menyekolahkan semua anaknya di SMU Kejuruan. Dengan harapan kelak akan mudah mencari pekerjaan. Tinggal di tempat kost yang sempit dan dengan kehidupan super sederhana tak membuat dari mulutnya keluar keluhan ataupun ratapan. Setiap hari dia bersyukur atas apa yang diterimanya.
Tak pernah dia berani berhutang kepada orang lain, kalau benar-benar itu mendesak sekali dan penting. Saat itupun dia hanya berani berhutang hanya sesuai dengan apa yang dia butuhkan. Dari tetangga yang memperkerjakannya, hanya sekali si Emak meminjam uang itupun hanya 20.000, ketika akan ditambahi oleh si majikan dia menolak. "Tidak usah bu... nanti saya jadi tuman ( tuman = kebiasaan ) nanti saya jadi manja, dikit-dikit akan mengandalkan utang, ini saja sudah cukup sesuai kebutuhan saya."
Tak pernah sekalipun si Emak meminta ini atau itu, seumpama di rumah si majikan sedang mempunyai hajat. Seandainya dia disuruh membawa, diapun akan membawa secukupnya saja. Katanya "Eman bu kalau banyak-banyak nanti basi, saya tidak punya kulkas, biar secukupnya saja...dibagi ke tetangga saja biar tidak mubazir".
Memang sih kita bisa saja berpikir "ya iyalah dia kan tidak punya uang makanya tidak berani pinjam banyak-banyak'. Bukan itu masalahnya, ini adalah pembelajaran untuk saya dan anda semua, perlunya mengukur kemampuan diri dalam hal keuangan. Tak jarang kita membelajankan uang kita melebihi apa yang ada, dengan mudahnya mengesek kartu kredit dimana-mana. Tanpa kita berpikir, bagaimana kalau besok terjadi sesuatu dengan saya kemudian tidak bisa membayarnya.
Padahal seperti kita ketahui umur & mati hanya Allah yang tahu, hari ini sehat, sorenya sakit siapa yang tahu ?. Malam masih bernafas, pagi sudah dikubur siapa yang tahu ?. Intinya hidup ini seperti roda berputar kadang dibawah kaadang diatas, tidak mengapa saat tidak berpunya kita punya tanggungan kemudian besoknya kita kaya raya lalu bisa melunasinya. Kalau tetap menjadi dibawah, atau mungkin malah kelindas rodanya bagaimana ?. Astaqfirllah kami berlindung kepada-Mu dari hutang ya Allah.
Bukan berarti yang nulis ini sekarang tidak punya hutang loh... haha ( kok curhat ), hanya saja lewat tulisan ini akan saya jadikan alarm agak ketika saya mulai lupa ada yang dapat mengingatkan. Pun juga kita mulai berlimpah-limpah dengan barang kebutuhan. Lihatlah si Emak tadi, mengambil seadanya, takut menjadi basi dan mubadzir.
Ketika di kulkas sudah penuh, masih saja kita beli makanan jadi, yang bila tidak sesuai lidah kita buang begitu saja. Terlihat sekali sifat kebersehajaan si Emak, saya menganggap bukan karena keadaan tapi karena memang cara berpikir dan pola hidupnya selalu berusaha untuk tetap sederhana.
Selain dia tahu bahwa mencari rejeki itu sulit, diapun tidak mau menjadi golongan orang-orang yang "berlebihan". Bukankah Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan ?. Padahal jujur kadang kita masih sering melakukannya. Baju di lemari berderet, sampai-sampai kita bingung memakainya, tapi ketika berjalan-jalan di Mall, beli lagi dan lagi.
Padahal banyak diluar sana yang untuk membeli satu baju saja, harus menabung setahun bahkan lebih. Ada pula malah yang tidak bisa membeli sama sekali, seperti di daerah Gunung Kidul, banyak dari penduduk ketika mereka diminta ustadnya untuk berpakaian yang syar'i ( paling tidak menutup aurat ), jawaban mereka sungguh mengiris hati "Maaf ustad, kalau kami disuruh milih ya milih beli beras dulu daripada beli jilbab". Karena memang untuk membeli beras saja mereka kesulitan apalagi barang yang lain.
Atau ketika kita makan dengan lauk yang bermacam-macam terhidang di meja makan, disalah satu sudut bumi ini banyak yang mengalami kelaparan. Bukan saya melarang hal itu, akan tetapi akankah lebih baik bila kita mulai saat ini belajar untuk mengontrol diri sendiri untuk tidak berlebih-lebihan.
Tahukah anda berapa buah baju seorang Sahabat Rosul Umar bin Khatab, beliau hanya mempunyai 2 buah baju, satu baju untuk musim panas, satu baju untuk musim dingin. Karena takut bila nanti saat amal timbangan manusia dipertanggungjawabkan, akan ditanya tentang baju-baju itu. Dari mana, bagaimana, untuk apa dan sebagainya mengenal baju-baju itu.
Dan tentunya bagaimana Rosulullah makan dengan apa saja yang ditemuinya dirumah ( itupun bila ada ), ingatkah ketika Rosulullah menganjal perutnya dengan batu untuk menahan lapar beliau. Beliau tidur beralaskan sabut yang kasar sehingga sabut itu membekas di punggung beliau. Kiranya banyak kisah kebersahajaan para Rosul, Sahabat Rosul dan Ulama terdahulu yang pernah kita baca. Akankah hanya akan kita baca dan baca saja tanpa menerapkan dalam kehidupan kita.
Tentunya kita tidak akan sanggup seperti mereka, karena keimanan merekapun sangat tinggi sampai-sampai Allah menjamin surga untuk mereka. Tapi paling tidak dari kisah si Emak juga para Rosul, Sahabat dan Ulama terdahulu bisa kita jadikan cermin untuk kita kedepannya agar lebih menghargai apa yang kita punya, mensyukuri setiap nikmat yang di berikan-Nya dan selalu sabar akan Qodar-Nya baik itu yang buruk ataupun yang baik, dengan tanpa mengeluh dan mengeluh setiap saat.
Barrakallahufikum.
subhanallah ,,,
BalasHapusmudah sy bisa meniru kebersahjaan si emak ... ;(
*mudah2an ,,,
HapusAamiin
Hapusbener banget mbak setuju abis dah... apalagi yang gak punya tanggungan hidup seperti ini akhirnya boros... tapi selalu aja Allah kasih lebih bahkan samapi bingung ini jatah rejeki siapa nih kok eksis mampir ke saya, tpi kdng di uji juga saat ada temen butuh eehh malah gk ada di sini... ya emng tiap detik ujian mbak.. mau ngeluh atau sabar hehe.... yg pasti saya paling takutt hutang mbak hehe.... tak beranilah kecuali nanti kalo benar" tak ada lagi kurma dan air di rumah hehe... keinget kisah Rasul yg hidup hanya dng air dan kurma mbak malah tanpa ada tungku yg di masak... hadeehh jaman full nikmat sdh datang nih mbak... makin cemas klo yg allah aksih bukan nikmat yg berkah... jaman dl semua seba terbatas tpi kok nikmat y mbak jaman skrng ada smua tpi kdng.....
BalasHapusNikmat kr slalu bersyukur..bknkah Allah sdh menjamin siapa yg selalu bersyukur akn ditmabh nikmatnya...siapa yg kufur nikmat akn semakin merasa kurang dan kurang hingga diperumakan bl diberi harya satu lembah akn ingin 2 lmbah dst, yg akhirnya br berhenti di dlm tanah yg satu petak yaitu kuburan.. Astaqfirllah
Hapusastagfirullah.... bener" banget mbak wah skrng saya banyakin syukur malah entah darimana pada datang deh rejeki yg gak pernah di sangka hehe ^-^ allahuakbar!!! tpi bisa mampir dan bca ksiah ini pun sudah rejeki yg amat melimpah mbak... semoga kita terus bersahaja mbak aamiin....
HapusAamiin Allahumma Aamiin
HapusAku juga punya Mak yang kayak gitu. Beruntung dapet dapetin orang kayak dia. Kaloa da uang gaksengaja nggletak di mana gitu dia nggak pernah ambil. Jujur banget dan opo onone. Kalo mau membuang sesuatu juga selalu minta ijin dulu boleh dibuang atau enggak.
BalasHapusBaik sekali ya mak..tp klo dilihat skrg jarang bgt yg spt itu...spt hal yg langka
HapusTulisan ini membri pemaham saya akan hidup sederhana dan berkecukupan. Itu saja sudah cukup.
BalasHapusThanks banget sharingnya :D
Semoga Emak selalu dilimpahi banyak rejeki, pun yg menulis postingan ini
#HappyBlogging
Aamiin...terimakasih
Hapusorang seperti si Emak tambah langka ya mak... makasih postingannya sudah mengingatkan :-)
BalasHapusBenar mba...sama-sama
HapusSpeechless.. :'))
BalasHapusDalem bgt tulisannya, mak:)
BalasHapuskayak sumur mak... hihi
Hapustidak bisa berkata apa2 nih
BalasHapusSemoga kita semua jd pribadi yg bersyukur dengan apa yg ada ya mak
BalasHapusIya mak... aamiin
HapusSederhana dan bersyukur bikin hidup jadi tenang dan tentram ya mak :)
BalasHapusbetul banget mak..
HapusSubahanalloh.. saya langsung diam dan coba muhasabah diri
BalasHapus